Kalau jalan-jalan
ke Museum Batik di Pekalongan, pasti akan menemukan kain yang makna motifnya
menceritakan tentang laut utara. Ya, pantai utara yang konon katanya dikuasai
oleh Dewi Lanjar.
Apa sih
sintren itu ?
Penamaan
“Sintren” merupakan gabungan dari dua suku kata, “Si” dan “Tren”. Dalam bahasa
Jawa, “Si” berarti “dia” dan “Tren” berarti “tri” atau panggilan dari kata
“Putri”. Sehingga Sintren adalah “Si Putri” yang menjadi objek pemeran utama
dalam pertunjukan kesenian ini. Sintren disebut juga dengan nama Lais. Sintren,
sebagai tarian dengan nuansa mistis yang bersumber dari kisah cinta Sulasih
dengan Sulandono. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya
yang dilengkapi penari pendamping dan bodor (lawak).
Alat musik
yang digunakan ada waditra, gendang, dan gong. Alat pendukungnya yaitu tikar
berwarna putih, tangga dari bamu, tambang, pakaian putri, kurungan ayam, kaca
mata hitam, bunga minimal 7 warna, dupa, minyak wangi, korek api, arang, dan
kemenyan.
Tari
tradisional ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara
lain Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Banyumas,
dan Pekalongan. Daerah penyebarannya meliputi Desa Bantar Panjang, Desa
Cibeureum, Desa Cibingbin, Desa Cisaat, Desa Dukuh Badag, Desa Sukasari, Desa
Tanjung Kerte, Desa Tarikolot, Kab. Brebes, Kab. Cirebon, Kab. Indramayu, Kab.
Kuningan, dan Kab. Majalengka.
SEJARAH
Asal
terciptanya Sintren berawal dari cerita tentang Sulandono sebagai putra Ki
Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu
kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara
tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi
bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari.
Meskipun demikian pertemuan
keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib. Pertemuan tersebut diatur
oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat
itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya untuk menemui
Sulasih dan terjadilah pertemuan keduanya.
Sejak saat
itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh
bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan oleh gadis
yang masih perawan. Selain itu, penari sintren diwajibkan berpuasa terlebih
dahulu agar tubuh sang penari tetap dalam keadaan suci dan menjaga tingkah
lakunya agar tidak berbuat dosa dan berzina yang akan menyulitkan roh masuk ke
dalam tubuh.
Dalam
kesenian rakyat, Dewi Lanjar berpengaruh dalam permainannya. Pawang sering
mengundang roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan sintren. Bila roh
Dewi Lanjar berhasil diundang maka penari sintren akan terlihat lebih cantik
dan membawakan tarian lebih lincah dan memesona.
TOKOH-TOKOH
SINTREN
Warijah
(Almh) di Desa Dukuh Badag tahun 1930
Darpi (Almh)
di Desa Cibingbin tahun 1935
Jatmadi di
Desa Cisaat tahun 1942
Unti di Desa
Dukuh Badag tahun 1944
Waluh di
Desa Dukuh Badag tahun 1973
S.Subagyo di
Desa Dukuh Badag tahun 1979
PERTUNJUKAN
Tari
sintren biasanya diawali dengan Dupan yaitu ritual doa bersama untuk
memohon perlindungan dari marabahaya kepada Tuhan selama pertunjukan
berlangsung. Berikut beberapa bagian dalam proses pertunjukan sintren:
Paripurna
Pawang
menyiapkan seseorang yang akan dijadikan sintren dengan ditemani 4 dayang.
Proses ini sampai pada tahap sang penari keluar dari kurungan dan siap menari.
Balangan
Penonton
melempar sesuatu ke arah sintren dan penari akan pingsan saat tersentuh
lemparan tersebut. Sintren sadar dan terasuki kembali roh bidadari saat pawang
membacakan mantra sambil mengusap wajahnya.
Temohan
Sintren
membawa nampan ke penonton untuk meminta tanda terima kasih dengan uang
seikhlasnya.
Berdasarkan
waktu penyelenggaraannya, ada dua gaya sintren, yaitu:
Sintren yang
sengaja diselenggarakan bebas, tanpa terbatas dengan wayah (waktu yang biasanya
berkaitan dengan musim). Sintren jenis ini sering dipentaskan di berbagai acara
hajatan pernikahan, sunatan atau sekedar penyambutan tamu dalam acara
pemerintahan. Sintren ini diiringi musik tarling dangdut. Pelaku utama sintren
tak hanya satu sintren wanita saja sebagai bendara (tuan perempuan),
melainkan ditambah satu sintren pria (biasa disebut lais), dan empat orang
pemuda yang bertugas menghibur yang biasa disebut bodor. Lais bias
dimainkan terpisah dengan satu lais dan empat bodor.
Sintren yang
penyelenggaraannya diadakan dalam waktu-waktu tertentu, biasanya diadakan pada
saat kemarau panjang, selama 35 sampai dengan 40 hari. Sintren jenis ini
dipercaya sebagai ritual pemanggil hujan. Sintren terdiri dari satu bendara wanita
dan empat orang bodor.
Ritual
Sintren Bebas dan Sintren Pemanggil Hujan nyaris sama, yaitu dimulai dengan
koor nyanyian “turun sintren” oleh maksimal sepuluh atau minimal dua penyanyi.
Si wanita calon sintren duduk bersila memangku cepon berisi mahkota,
kaca mata hitam, selendang, aksesoris (biasanya rangkaian bunga melati
panjang), dan alat rias. Setelah pawang sintren membacakan mantra-mantra di
sebuah cobek yang berisi bara dan ditaburi kemenyan (masyarakat pesisir biasa
menyebutnya prekuyan).
Kemudian gadis calon sintren ditutupi kurungan ayam
berukuran besar yang sudah dibalut dengan kain penutup warna merah dan kuning.
Sementara koor penyanyi tidak berhenti selama kurang lebih 5 sampai 10 menit
lalu kurungan ayam yang dipakai untuk mengurungi si gadis dibuka, keajaiban pun
terjadi, si gadis yang sebelum masuk kurungan hanya berpakaian biasa sudah
berubah menjadi gadis yang bersolek cantik, bibir merah, bermahkota dan
rangkaian bunga melati menjulur ke bawah, tersemat di kanan dan kiri
telinganya, bak ratu kerajaan dengan selendang panjang yang menjuntai simetris
di samping pinggul.
Si Gadis sudah menjadi sintren atau ndara bagi
calon bodor-bodornya yang belum direkrut yang lalu dengan spontan menari
dengan gemulai mengikuti rentak gendang kempul dan nyanyian “turun sintren”.
JUMLAH
PEMAIN
Penabuh
bambu ruas (3 orang)
Penabuh
gendang (1 orang)
Penabuh gong
(1 orang)
Penabuh
kecrek (1 orang)
Seorang anak
perempuan
Pelawak (2-3
orang)
Vokalis pria
(1 orang)
Juru kawih
(5-6 orang)
Punduh (1
orang)
TEMBANG
PENGIRING SINTREN
Iringan
proses pembentukan sintren
Tembang
“turun sintren” digunakan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam
raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan
ganti pakaian dari pakaian biasa ke pakaian sintren dalam keadaan badan terikat
tali dalam kurungan.
Turun-turun
sintren
Sintrene
widadari
Nemu kembang
ning ayun ayunan
Kembange
siti mahendra
Widadari
temurunan naranjing ka awak sira
Kemudian
lagu “sih solasih” (tembang permohonan agar tali pengikat bias lepas)
dilantukan berulang-ulang menunggu penari sintren selesai berpakaian tari.
Sih solasih
solandana
Menyan putih
pengundang dewa
Ala dewa
saking sukma
Widadari
temurunan
Lalu disusul
dengan lagu “kembang gewor” (penari pengawal) mengelilingi sintren dalam
kurungan.
Kembang
gewor bungbung kelapa lumeor
Geol-geol bu
sintren pan jaluk bodor
Bumbunya
kelapa muda
Goyang-goyang (sambil
menggoyangkan kurungan)
Nyi sintren
minta bodor
Iringan
penyajian hiburan
Tembang
dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya
lagu-lagu campur sari.
Iringan
penutup
Tembang
“turun sintren” untuk pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Lalu
dilantunkan tembang “piring kedawung” untuk melepas roh Dewi Sulasih dan
akhirnya sintren berganti busana keseharian.
Turun-turun
sintren
Sintrene
widadari
Nemu kembang
yun ayunan
Nemu kembang
yun ayunan …
FUNGSI
SINTREN
1.Sarana
hiburan masyarakat.
2.Apresiasi
seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
3.Digunakan
untuk keperluan ritual seperti bersih desa, sedekah laut, upacara tolak bala,
nazar, ruwatan, dan pernikahan.
4.Memperingati
hari-hari besar seperti ulang tahun kemerdekaan dan hari jadi.
Sumber :http://indoepic.com/sintren-tarian-kisah-cinta-di-laut-utara-jawa/
Sumber :http://indoepic.com/sintren-tarian-kisah-cinta-di-laut-utara-jawa/
0 Komentar