Kesenian radisional semakin memprihatinkan seiring kemajuan ternologi. Keberadaannya ditengah masyarakat semakin dilupakan. Salah satunya adalah kesenian sintren.

Indonesia merupakan negara paling banyak memiliki kesenian tradisional. Mulai dari sabang hingga merauke, setiap daerah memiliki kesenian tradisional yang berbeda-beda.

Sintren (atau juga dikenal dengan lais) adalah kesenian tari tradisioal masyarakat jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Sintren sempat digemari rakyat antara tahun 1950 sampai 1963. Pertunjukan seni Sintren asli sempat punah akibat 'Badai Politik' yang mencengangkan kedaulatan rakyat sampai dengan awal tahun 1966. Seni pertunjukan Sintren di cap sebagai 'racun yang melemahkan semangat revolusioner rakyar', versi politik palu arit saat itu.

Pemerhati seni budaya Erwindho menjelaskan keberadaan kesenian hampir punah karena tidak ada warga yang menganggap. Jika tidak ada upaya melestarikan,menurut Erwindho, kesenian Sintren sebagai salah satu kekayaan budaya dan kearifan lokal ini tidak menutup kemungkinan akan punah dari pembendaharaan budaya bangsa.

Seperti diberitsksn Radar Tegal (Jawa Pos Group), salah satu usaha melestarikan kesenian sintren adalah dengan sering digelarnya pertunjukan sintren. Utamanya saat acara sedekah bumi maupun acara peseta laut daerah, akan menarik jika ditampilkan seni Sintren.

Karenanya dia sagat mendukung di tiap-tiap kecamatan  atau kelurahan, perlu digelar kesenian rakyat, tak terkecuali kesenian Sintren. Minimal pertunjukan rakyat digelar setiap dua bulan, sehingga warganya saling silaturahmi. Saling tegur sapa. Kalau setiap kecamatan atau kelurahan, nantinya ada agenda pertunjukan kesenian rakyat semisal itu  pertunjukan Sintren sehingga iklim kesenian semakin dinamis.

Dalam sejarahnya yang namanya seni tradisional, selain melekat fungsi hiburan juga sebagai sarana kegiatan upacara bersama. Lebih jauh kesenian juga dapat menumbuhkan semangat nasionalisme. Kesenian sebagai bagian dari kehidupan masyarakat, keberadaannya harus tetaap dilestarikan.

Sintren adalah sebutan bagi peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut Sintren. Sintren sendiri berasal dari bahasa Sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan magic (ilmu gaib).

Tari Sintren dari segi Bahasa Etimologi "Sintren" merupakan gabungan dari suku kata "Si" dan "Tren". Si dalam bahasa jawa berarti "ia" atau "dia" dan tren berarti "putri". Sehingga Sintren artinya si Putri yang menjadi objek pemeran utama dalam pertunjukan ini.

Kesenian tradisional Sintren ini sebenarnya merupakan tarian mistis, karena dalam ritualnya mulai dari permulaan hingga akhir pertunjukan banyak ritual magis untuk memanggil roh atau dewa. Agar kesenian ini semakin memiliki sensasi seni yang kuat dan unik. Sintren merupakan tarian yang memadukan unsur mistis, magis, dan hipnosis. Lewat prosesi penuh asap kemenyan, seorang gadis menari di alam bawah sadar.

Pertunjukan seni biasanya dilakukan malam hari, pada saat bulan purnama musim kemarau. Jaman dahulu saat belum ada listrik masuk desa, pertunjukan Sintran ini menggunakan lampu ting (lentera) dan obor bambu sebagai alat penerangnya. Pertunjukan digelar di atas tanah yang bertikar mendhog (batang rumpt rawa). Dikelilingi lima obor bambu setinggi satu setengah meter yang ditancapkan di atas tanah.

Ditengah arena pertunjukan dipasang sebuah kurungan ayam yang terbuat dari bambu. Lokasi penontonnya disiapkan untuk mengitari arena pertunjukan. Lentera-lentera dipasang mengelilingi halaman untuk menerangi tempat duduk penonton yang lesehan (duduk diatas tikar) atau di rumput halaman.

Seorang gadis ABG, penampilannya biasa saj berdiri di depan para pemain gamelan, di hadapan kepulan asap kemenyan. Kemudian tiga orang berbaju hijau dan seorang berbaju hitam, tampaknya pemimpinnya, melilit gadis remaja ini dengan kain batik. Tali itu melilitnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Sebuah kurungan ayam seukuran manusia sudah disiapkan dengan dibungkus kain batik hitam. Si gadis lantas dibaringkan di atas tikar, di bungkus lantas didorong masuk kedalam kurungan ayam jumbo itu. Disinilah prosesi Sintren dimulai. Dua sinden mendendangkan lagu dalam bahasa Cirebon. "Gulung, gulung ranjang. Anak Sintren lagi turu, penontone buru-buru". nyanyian mereka berdua kira-kira artinya begini: "Gulung, gulung ranjang. Anak Sintren lagi tidur, penontonnya tidak sabar".

Pria berbaju hitam terus membakar kemenyan, menghasilkan asap yang sangat tebal. Dia berkeliling sambil merapal doa. Asap kemenyan pun terbang kesana kemari tertiup angin. Empat penari menabur bunga. Seketika tempat itu dirundung suasana seram.

Kurungan ayam tiba-tiba diangkat. Ajaib! Gadis yang dibungkus kain dan dililit tali berubah penampilan! Penonton terkesiap, dan sontak bertepuk tangan. Si gadis kini memakai baju penari berwarna merah, kain batik hitam dengan mahkota dan kacamata hitam. Pria berbaju hitam memegang kening gadis, menghipnosis. Si gadis lantas menari dalam kondisi trance.

tiga pria berbaju hijau menjaga di kanan, kiri, dan belakang sang penari sintren. Unsur magis tidak berhenti disitu.

Sorang penonton mencoba takut-takut. Dilemparnya gulungan uang kertas ke tubuh penari. Bruuk! Penari Sintren rbuh ke belakang. Sang penjaga sigap menangkap, lantas pria berbaju hitam meniup wajah penari Sintren. Dia pun menari lagi, bak wayang ditangan dalang.

Sementara sinden terus bernyanyi dengan lirik yang membuat buluk kuduk berdiri. Duh andai saya tidak mengerti bahasa Cirebon, tentu saya akan bertepuk tangan seperti penonton yang lain.

"Melati kembang putih, wadahe sukma. Ana sukma saking surga, bidadari temurunan," kedua sinden terus bernyanyi. Artinya adalah "Melati bunga putih, tempatnya jiwa. ada jiwa dari surga, bidadari sedang turun."

Berulang kali penari Sintren dilempar uang, berulang kali juga sang penari rubuh dan harus ditangkap. Uang-uang yang berjatuhan dikumpulkan para penjaga Sintren. Sintren rupanya tidak bisa bergerak mundur, dia harus diterik mundur oleh sang pawang. Benar-benar mirip boneka!

Aksipun semakin berbahaya. Sintren diminta menari di atas bahu sang penjaga, jika jatuh posisinya tentu lebih tinggi dan berisiko. Para penjaga kewalahan menangkap Sintren saat uang koin mengenai tubuh itu. Hup! Akhirnya tertangkap juga, nyaris si penari jatuh.

Penari Sintren lantas diturunkan kembali kedalam kurungan ayam. Sang pawang kembali memutarkan asap kemenyanberkeliling kurungan. Penari kembali menabur bunga ke kurungan ayam.

Kurunganpun di angkat. Lagi-lagi magis! Baju penarinya lenyap dan berganti dengan baju awal yang dipakai si gadis remaja ini. Dia sadar, tempak sedikit pusing, namun langsung membungkuk memberi salam kepada penonton.

Konon, bagi kita yang menonton sintren dapat mengambil berkah dengan wewangian yang diberikan sintren tersebut. Biasanya dengan cara 'mblarang' melempar Sintrennya dengan kain atau baju atau jaket kita, kemudian pawang Sintren akan mengambil kain tersebut untuk dioles dengan wewangian kemudian Sintren akan mengembalikan ke pemilik dengan ditukar dengan uang.

Sumber:
https://amp.kaskus.co.id/thread/569c041854f7b4478b4567/rahasia-mistis-tari-sintren
https://penjagagaiba.blogspot.com/2013/01/mistis-tari-sintren-cirebon.html?m=1
https://id.scribd.com/doc/49036832/Makalah-Folkor-Jawa-Sintren
https://m.detik.com/travel/domestic-destination/d-3288632/tari-sintren-atreksi-bernuansa-mistis-dari-cirebon
https://www.google.com/amp/s/www.jawapos.com/art-space/seni-tari/06/08/2017/sintren-tarian-mistis-yang-semakin-dilupakan/%3famp
https://kurio.id/app/articles/16674457