Tokoh-Tokoh Sintren :
  1. Warijah (Almh) di Desa Dukuh Badag tahun 1930
  2. Darpi (Almh) di Desa Cibingbin tahun 1935
  3. Jatmadi di Desa Cisaat tahun 1942
  4. Unti di Desa Dukuh Badag tahun 1944
  5. Waluh di Desa Dukuh Badag tahun 1973
  6. S.Subagyo di Desa Dukuh Badag tahun 1979
Pertunjukan :
            Tari sintren biasanya diawali dengan Dupan yaitu ritual doa bersama untuk memohon perlindungan dari marabahaya kepada Tuhan selama pertunjukan berlangsung. Berikut beberapa bagian dalam proses pertunjukan sintren:
1.      Paripurna
Pawang menyiapkan seseorang yang akan dijadikan sintren dengan ditemani 4 dayang. Proses ini sampai pada tahap sang penari keluar dari kurungan dan siap menari.
2.      Balangan
Penonton melempar sesuatu ke arah sintren dan penari akan pingsan saat tersentuh lemparan tersebut. Sintren sadar dan terasuki kembali roh bidadari saat pawang membacakan mantra sambil mengusap wajahnya.
3.      Temohan
Sintren membawa nampan ke penonton untuk meminta tanda terima kasih dengan uang seikhlasnya.
Berdasarkan waktu penyelenggaraannya, ada dua gaya sintren, yaitu:
  1. Sintren yang sengaja diselenggarakan bebas, tanpa terbatas dengan wayah (waktu yang biasanya berkaitan dengan musim). Sintren jenis ini sering dipentaskan di berbagai acara hajatan pernikahan, sunatan atau sekedar penyambutan tamu dalam acara pemerintahan. Sintren ini diiringi musik tarling dangdut. Pelaku utama sintren tak hanya satu sintren wanita saja sebagai bendara (tuan perempuan), melainkan ditambah satu sintren pria (biasa disebut lais), dan empat orang pemuda yang bertugas menghibur yang biasa disebut bodor. Lais bias dimainkan terpisah dengan satu lais dan empat bodor.
  2. Sintren yang penyelenggaraannya diadakan dalam waktu-waktu tertentu, biasanya diadakan pada saat kemarau panjang, selama 35 sampai dengan 40 hari. Sintren jenis ini dipercaya sebagai ritual pemanggil hujan. Sintren terdiri dari satu bendara wanita dan empat orang bodor.
Ritual Sintren Bebas dan Sintren Pemanggil Hujan nyaris sama, yaitu dimulai dengan koor nyanyian “turun sintren” oleh maksimal sepuluh atau minimal dua penyanyi. Si wanita calon sintren duduk bersila memangku cepon berisi mahkota, kaca mata hitam, selendang, aksesoris (biasanya rangkaian bunga melati panjang), dan alat rias. Setelah pawang sintren membacakan mantra-mantra di sebuah cobek yang berisi bara dan ditaburi kemenyan (masyarakat pesisir biasa menyebutnya prekuyan).
Kemudian gadis calon sintren ditutupi kurungan ayam berukuran besar yang sudah dibalut dengan kain penutup warna merah dan kuning. Sementara koor penyanyi tidak berhenti selama kurang lebih 5 sampai 10 menit lalu kurungan ayam yang dipakai untuk mengurungi si gadis dibuka, keajaiban pun terjadi, si gadis yang sebelum masuk kurungan hanya berpakaian biasa sudah berubah menjadi gadis yang bersolek cantik, bibir merah, bermahkota dan rangkaian bunga melati menjulur ke bawah, tersemat di kanan dan kiri telinganya, bak ratu kerajaan dengan selendang panjang yang menjuntai simetris di samping pinggul. Si Gadis sudah menjadi sintren atau ndara bagi calon bodor-bodornya yang belum direkrut yang lalu dengan spontan menari dengan gemulai mengikuti rentak gendang kempul dan nyanyian “turun sintren”.

Busana :
  1. Baju keseharian biasa
  2. Baju golek (baju tanpa lenganyang biasa digunakan dalam tari golek)
  3. Kain jarit untuk bawahan
  4. Celana cinde (celana tiga perempat yang panjangnya sampai lutut)
  5. Sampur
  6. Jamang (hiasan rambut di kepala, untaian bunga melati di kanan dan koncer di kiri telinga)
  7. Sabuk
  8. Kaus kaki hitam atau putih
  9. Kaca mata hitam. Berfungsi sebagai penutup mata selama penari selalu memejamkan mata akibat tidak sadarkan diri. Ciri khas sintren dan menambah daya Tarik atau mempercantik penampilan.
Jumlah Pemain :
  1. Penabuh bambu ruas (3 orang)
  2. Penabuh gendang (1 orang)
  3. Penabuh gong (1 orang)
  4. Penabuh kecrek (1 orang)
  5. Seorang anak perempuan
  6. Pelawak (2-3 orang)
  7. Vokalis pria (1 orang)
  8. Juru kawih (5-6 orang)
  9. Punduh (1 orang)
Tembang Pengiring Sintren :

1. Iringan Proses Pembentukan Sintren
Tembang “turun sintren” digunakan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan ganti pakaian dari pakaian biasa ke pakaian sintren dalam keadaan badan terikat tali dalam kurungan.
Turun-turun sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang ning ayun ayunan
Kembange siti mahendra
Widadari temurunan naranjing ka awak sira
Kemudian lagu “sih solasih” (tembang permohonan agar tali pengikat bias lepas) dilantukan berulang-ulang menunggu penari sintren selesai berpakaian tari.
Sih solasih solandana
Menyan putih pengundang dewa
Ala dewa saking sukma
Widadari temurunan
Lalu disusul dengan lagu “kembang gewor” (penari pengawal) mengelilingi sintren dalam kurungan.
Kembang gewor bungbung kelapa lumeor
Geol-geol bu sintren pan jaluk bodor
Bumbunya kelapa muda
Goyang-goyang (sambil menggoyangkan kurungan)
Nyi sintren minta bodor
2. Iringan penyajian hiburan
Tembang dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya lagu-lagu campur sari.
3. Iringan penutup
Tembang “turun sintren” untuk pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Lalu dilantunkan tembang “piring kedawung” untuk melepas roh Dewi Sulasih dan akhirnya sintren berganti busana keseharian.
Turun-turun sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan …

Fungsi Sintren :
  1. Sarana hiburan masyarakat.
  2. Apresiasi seni dan nilai-nilai estetik masyarakat.
  3. Digunakan untuk keperluan ritual seperti bersih desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nazar, ruwatan, dan pernikahan.
  4. Memperingati hari-hari besar seperti ulang tahun kemerdekaan dan hari jadi.
    Kabarnya, tari sintren makin jarang dipentaskan. Merosotnya pamor sintren diikuti sulitnya mencari penari sintren yang mau menari dan belum menikah di usia muda. Kalau traveller menonton langsung tarian ini jangan sentuh penarinya, ya! Ingat, sang sintren akan jatuh pingsan.





Menari Tanpa Henti Demi Memanggil Hujan



Tari sintren merupakan ritual adat untuk memohon hujan ketika musim kemarau. Tarian dilakukan selama 40 malam tanpa henti dan dilakukan oleh seorang gadis.
 "Indonesia memang kaya akan tradisi dan budaya. Bahkan untuk meminta hujan banyak sekali ritual unik yang dipercaya masyarakat di beberapa daerah di Indonesia terutama dari daerah pesisir utara pulau Jawa salah satunya adalah tari sintren," kata Ketua Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabuapaten Brebes, Jawa Tengah, Lukman Suyanto, Selasa, 22 Oktober 2019.
           
Lukman menerangkan sintren tersebar di beberapa tempat di Jawa Tengah, yakni di Brebes dan Pemalang, Kemudian di Jawa Barat, yakni di Cirebon, Majalengka, dan Indramayu. Di Jawa Tengah, tarian pemanggil hujan dikenal dengan nama sintren, sedangkan di wilayah Jawa Barat disebut Lais. Antara lais dan sintren memiliki beberapa kesamaan, namun ada sedikit perbedaan. 

Sintren diiringi dengan gambang dan gendang, sedangkan lais diiringi dengan gambang dan buyung (gentong kecil). Lagu dan syair yang mengiringi berbeda. Seiring dengan perkembangan, Sintren banyak berubah dari bentuk aslinya. Banyak kreasi yang di tambahkan agar tarian tampak menarik. "Kabupaten Brebes merupakan wilayah pesisir utara, sehingga sintren marak di beberapa wilayah di kota ini. Beberapa seniman lokal pernah menganggkatnya dalam sebuah film pendek. Seni tradisi ini juga pernah dipentaskan di TMII Jakarta,"imbuhnya.

Namun seiring berkembang teknologi, sintren dan lais mulai ditinggalkan. Namun kesenian ini kerap tampil dalam pawai budaya daerah. "Masyarakat tidak banyak berminat mementaskan kesenian ini. Masyarakat lebih memilih orkes atau organ tunggal untuk menemani pesta hajat mereka. Banyak grup kesenian sintren yang akhirnya harus tutup panggung," pungkasnya.


                                                                                                                            

Sumber :