Rasa penasaran dan menegangkan begitu terasa di benak warga Kota Bandung, Hal ini karena adanya pertunjukkan seni tradisional ini yang dianggap mistis .
Seni tradisional adalah kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono. Sintren mulai dikenal pada awal tahun 1940-an, nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun katanya sintren adalah nama penari yang masih gadis yang menjadi staring dalam pertunjukan ini. Begitupun warga bandung sangat penasaran dan ingin melihatnya, Pengunjung yang awalnya duduk menjauh, semakin lama justru semakin memajukan tempat duduknya untuk lebih dekat melihat bagaimana uniknya kesenian Sintren.
Bagi penduduk perkotaan, seni tradisional tentu sudah jarang dikenal juga dan dikatakan sudah langka bahkan di daerah kelahiran sintren itu sendiri, dan tidak diketahui bagaimana proses pertunjukanya. Sintren dalam perkembangannya kini, paling-paling hanya dapat dinikmati setiap tahun sekali pada upacara-upacara kelautan selain nadran, atau pada hajatan-hajatan orang gedean. Berkembangnya teknologi modern membuat seni ini justru semakin menurun peminatnya, karena kesenian ini seringkali dikaitkan dengan unsur mistis. "Tidak ada unsur mistis sama sekali justru sintren memiliki makna dan filosofi tersendiri yaitu mengajarkan hidup jangan semena-mena karena setiap manusia pasti akan mati," ujar Darto JE. di Taman Cikapayang, Kota Bandung, Minggu (21/4/2019). Darto mengatakan "ditinggalkannya kesenian ini karena banyak pelaku sintren yang membenarkan adanya bantuan setan dan banyak syarat yang diberikan ketika ada yang mengundang sehingga memberatkan" ujarnya.
Di penampilan seni kali
ini, terlihat selembar kain putih dan tikar bambu sebagai simbol kematian. Lalu
di sebelahnya terdapat kurungan seperti kurungan ayam yang melambangkan raga manusia. Kemenyan pun
dibakar sebagai properti membuat pertunjukkan terlihat semakin sakral dan menegangkan.Sebelum
memulai acara, pawing tersebut menarik seorang pengunjung yang duduk diantara kerumunan
tersebut . Wanita itupun mengikuti pawang dan tanpa banyak perlawanan Ia pun
mengikuti apa yang diperintahkan pawang yang badannya diikat tali tambang dan
dibungkus dengan kain putih dan tikar bambu. Setelah itu dimasukan kedalam
kurungan ayam dan para sinden menyayikan lagu sintren berulang kali. Syair sintren
yaitu :
Tambak tambak pawon
Isie dandang kukusan
Ari kebul-kebul wong nontone pada kumpul.
Isie dandang kukusan
Ari kebul-kebul wong nontone pada kumpul.
Kembang trate
Dituku disebrang kana
Kartini dirante
Kang rante aran mang rana
Juru kawih terus berulang-ulang
nembang:
Gulung gulung kasa
Ana sintren masih turu
Wong nontone buru-buru
Ana sintren masih baru
Yang artinya menggambarkan kondisi sintren dalam kurungan yang masih dalam
keadaan tidur. Begitu kurungan dibuka, sang Sintren sudah berganti dengan
pakaian dan sudah cantik.Ana sintren masih turu
Wong nontone buru-buru
Ana sintren masih baru
Setelah dinyanyikan lagu berbahasa Sunda oleh sinden dan diiringi musik dan gamelan gendang, gong, dan kecrek. wanita tersebut menghilang dari dalam kain yang dibungkus tikar. Pengunjung tampak terheran-heran, apalagi ketika wanita tersebut kini ada di dalam kurungan menggunakan pakaian khas penari yaitu bunga melati, selendang merah , dan yang khasnya selalu memakai kaca mata hitam. Wanita tersebut tampak tak sadarkan diri, tubuhnya lemah. Beberapa anggota tampak membantunya berdiri tegak. "Sintren ini diambil dari kata si yang artinya perempuan dan trance yang artinya tidak sadarkan diri atau kesurupan. Wanita ini akan menari dan akan melemah ketika disawer karena melambangkan manusia yang mudah lemah terhadap uang, " ucap Darto.
Kini penari sintren tampak lihai menari menggunakan selendang merahnya, dan penonton melemparkan uang kepada sintren, sintren tersebut jatuh pingsan/sangat lemas saat penonton melemparkan uangnya kemudian sintren bangun kembali, sintren pun kembali menari dan menghampiri para penonton . Darto pun mengajak pengunjung untuk turut serta dengan ngibing bersama, yaitu ketika penari sintren memberikan selendangnya diharapkan untuk ikut menari jangan kabur. Beberapa pengunjung tampak menghindar dan menjauhi kerumunan karena takut. "Kami mengajak penonton untuk berkomunikasi secara dua arah, oleh karena itu kami ajak untuk menari bersama. Kedekatan dan keterlibatan dengan penari ini akan mengikat penonton , ya minimal mereka mengetahui sintren itu apa, " ujarnya.
Setelah itu sintren dimasukan kedalam kurungan ayam kembali, kemudian sintren dibuka kurunganya sudah menjadi wanita seperti semula.
Sejak tahun 1993, Darto berjuang untuk membudi dayakan kesenian tradisional Jawa Barat. Menurutnya kesenian itu tidak akan hidup jika masyarakat tidak menghidupinya. Walaupun di daerahnya kini tinggal tersisa tiga kelompok yang masih eksis dan produktif untuk mempertahankan budaya lewat kesenian, Ia tak mau berhenti berjuang dan terus dipelihara, mengingat nilai-nilai budaya yang kuat di dalamnya sebagai warisan nenek moyang kita, sayang sekali jika kita melupakan budaya tersebut yang sangat unik dikalangan masyarakat, dan kita sebagai penerus bangsa harus tetap menjaga dan mempertahakan budaya tersebut agar tidak punah. Meski dibayar hanya lewat saweran penonton, Ia terus mempertahankan dengan cara mengamen di desa-desa. Ia yakin budaya ini akan menjadi warisan dan meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Jawa Barat.
Tanggapan atas Konsep
Keselarasan
Layaknya segala hal di muka bumi ini selalu mengandung sisi positif dan sisi negatif. Begitu pula dengan konsep keselarasan yang sekilas nampaknya indah dan baik itupun tidak bisa lepas juga dari sisi-sisi negatif di dalamnnya. Pandangan atau cara berpikir negatif dipengaruhi oleh sikap diskriminatif yang menempatkan penari sintren sebagai objek masalah. Sintren menggambarkan potret kesederhanaan masyarakat pesisiran Jawa dengan kultur dan kebiasaan masyarakat setempat yang mewarnai seluruh cerita.
Sintren membawa muatan
kearifan lokal ”keselarasan” juga regenerasi tradisi kesenian sintren yang
sudah hampir terkubur/punah seiring berkembangan zaman. Konsep keselarasan lebih banyak bertentangan dengan hukum positif dan
upaya bisnis masyarakat Jawa itu sendiri. Secara umum, bagi masyarakat Jawa
prinsip keselarasan kedudukannya mampu mengalahkan hukum positif atau hukum
yang dibuat oleh manusia. masyarakat Jawa saat ini sudah sungguh menyadari
pentingnya hukum positif yang mengatur nilai-nilai moral yang ada di dalamnya. selanjutnya
terhadap prinsip keselarasan yang dijunjung masyarakat Jawa adalah kedilemaan
ketika berhadapan dengan pola bisnis. Dalam artian, semua mengetahui bahwa
bisnis berorientasi pada keuntungan, Konsep keselarasan masyarakat yang lebih cenderung mengedepankan terciptanya
ketenteraman dan jauh dari keinginan untuk melakukan persaingan. Karena
persaingan sendiri mulai mengarah kepada sebuah perselisihan dan itulah yang
harus dihindari agar tidak ada persaingan menurut prinsip keselarasan. Sintren (terutama kesenian sintrennya) menjadi
daya tarik tersendiri yang membuat cerita ini terkesan hidup. Dengan begitu
sintren berhasil meningkat dan tetap selaras dengan kehidupanya.
Sumber :
0 Komentar