Makna Spiritual yang Terkandung dalam Tari Sintren




1. Doa dan Mantra
Lagu Turun Sintren adalah salah satu sarana yang bisa disebut dengan mantra untuk memanggil bidadari yang nantinya akan merasuki tubuh pesintren.
Lirik Turun Sintren :
Turun-turun sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan
Kembange Putri Mahendra
Widadari termuruna
Sulasih Sulandana
Menyangkuti ragane sukma
Ana sukma saking surga
Widadari temuruna

Lirik ini kemudian akan terus diulang dengan tempo yang sama guna memudahkan penari sintren memasuki fase trance atau kerasukan. Gus Eko Ahmadi selaku guru spiritual
menjelaskan bahwa mantra dan doa yang dibacakan oleh pawang adalah sholawat. Namun
dari sumber yang diperoleh melalui studi pustaka, ditemukan bahwa ada doa khusus pada
setiap pertunjukan tari Sintren yang disimbolkan sebagai sikap ketaatan dan perlindungan
yang ditujukan kepada Allah dalam agama Islam lewat sarana bidadari yang dianggap sebagai dewi Rantamsari yang mengindangi atau merasuki penari sintren.
Simbol ketaqwaan ini diwujudkan dalam doa “Aji Jaya Mantra” :

“Bismillahirohma’nirohim. Sedulur papat lima pancer kakang kawah adi ari-ari rohe si
jabang bayi sisihaken sawentara saka raganing arep nggo dolanan dilindungi ratu Ayu
Gadung lung ajungan Dewi Ayu Rantamsari saksine indang dayang bahu rekso tanah
kene.”

Terjemahan :

Bismillahirohma’nirohim. Saudara empat lima pusar kakak kawah adik ari-ari rohnya si
jabang bayi disingkirkan sementara dari raga untuk dilindungi ratu Ayu Gadung Iung
tempat Dewi Ayu Rantamsari yang menjadi saksi penghuni dayang tanah sini.
Doa “Aji Jaya Mantra” menggunakan kalimat Bismillahirohma’nirohim dalam
agama Islam untuk mengawali semua kegiatan agar berjalan lancar dan yang ditujukan
kepada Dewi Rantamsari dalam doa tersebut yang berbunyi “... arep nggo dolanan
dilindungi ratu Ayu Gadung Iung Anjungan Dewi Ayu Rantamsari saksine indang dayang
bahu” , (Darmoko,2013 :98).
2. Ritual dan Maknanya
Ritual yang biasanya dilakukan oleh penari Sintren adalah puasa mutih selama
tujuh hari. Sebenarnya puasa ini harus dilakukan selama 40 hari berturut-turut, namun hal
ini tidak dilakukan lagi karena terkesan memberatkan.
Puasa mutih biasa dilakukan hanya dengan makan nasi tanpa lauk, singkong rebus, tahu rebus, dan tempe rebus serta hanya meminum air putih atau tanpa rasa dan warna. Pembakaran kemenyan di awal pertunjukan merupakan syarat pemanggilan roh atau bidadari dalam tari Sintren. Pembakaran ini dilakukan dengan harapan memanggil Dewi Rantamsari agar masuk ke dalam raga penari.
 Setelah itu, digunakan tali yang diikatkan pada kedua tangan, yang merupakan perlambangan dari sebuah ikatan erat yang menyatukan antara penari Sintren dengan bidadari atau roh yang masuk ke dalam tubuh pesintren. Ada pantangan yang tidak boleh dilanggar yaitu para pemain tidak diperbolehkan berlatih tarian Sintren di luar daerah Pekalongan. Namun sayangnya tidak ada penjelasan konkrit megenai alasan dari pantangan tersebut.

3. Sesaji dan Maknanya
Dalam sistem sosial budaya masyarakat Jawa yang cenderung agraris-tradisional,
kegiatan upacara menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan. Dalam kesenian
Sintren, perilaku riil ditunjukkan dengan pembuatan sesaji (sajen).
Contohnya pada masyarakat Kecamatan Doro merefleksikan kegiatan upacara sesaji pada kesenian Sintren, sebagai berikut:
a) Tumpeng alus berbentuk kerucut, melambangkan rasa syukur dan permohonan kepada
    Tuhan Yang Maha Esa agar masyarakat Kecamatan Doro diluruskan permohonannya dan
    dijauhkan dari segala godaan.
b) Lauk-pauk yang berjumlah tujuh buah yang sudah dipincuk dibungkus daun pisang,
    melambangkan arti pitulungan atau pertolongan dan kesederhanaan.
c) Tujuh macam jajanan pasar, mempunyai arti agar masyarakat Kecamatan Doro tetap
     merakyat dan sederhana.
d) Tujuh macam buah, menunjukkan arti pitulungan dan buah-buahan sebagai perlambang
    agar tidak hanya hasil padi saja yang berlimpah namun juga hasil kebun yang lain.
e) Macam-macam air yang berupa kopi, teh, air putih dan wedang jahe menyimbolkan masyarakat     
    Kecamatan Doro mendapat irigasi yang mudah untuk bertani.                                              
f) Kembang telon (kembang tiga rupa) yang terdiri dari bunga mawar merah dan mawar
   putih, bunga kenanga, bunga kanthil sebagai sarana pemanggil Dewi Rantamsari.                
g) Tujuh buah nasi ponggol atau nasi golongan. Nasi putih yang dibentuk bulat memiliki
    simbol kebulatan tekad menjadi satu seperti rasa gotong royong masyarakat Kecamatan
    Doro.
 



 

Sumber :

0 Komentar