Kesenian Sintren
berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Bahurekso
Bupati Kendal yang pertama hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari
yang dijuluki Dewi Lanjar. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang
putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu
dari Ki Bahurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih
menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus
berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan tersebut
diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada
saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk
menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono.
Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari
pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut
dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). sintren jg
mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya
yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika
ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yg khas.
kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Contohnya sintren tegalan.
Sintren merupakan salah
satu bagian budaya atau kesenian yang pernah ada di Tegal. Sintren juga ada di
daerah-daerah lain di wilayah pantura seperti Cirebon, Brebes, Pemalang dan
Pekalongan. Tentu, masnig-masing daerah memiliki kesamaan dan perbedaan
masing-masing. Sintren adalah tarian magis yang mengandalkan roh yang merasuki
tubuh sintren sehingga dengan sendirinya sintren dapat melakukan gerakan tarian
tanpa harus mempelajari gerakan-gerakan tarian sebelumnya. Selain sintren ada
juga kesenian lain yang mrirp yaitu lais. Namun demikian sintren lebih populer
dibandingkan lais.Gerakan tarian sintren lebih kepada tarian perempuan sedangkan
lais lebih kepada gerakan tari laki-laki. Sintren tegalan diperankan oleh
seorang gadis sedangkan lais diperankan oleh jejaka atau bujang. Alat musik
pengiring yang digunakan ada kesamaan dan perbedaan. Sintren tegalan
menggunakan gambang dan gendang sebagai musik pengiring sedangkan lais
menggunakan gambang dan buyung.
Meskipun sama-sama
berupa tarian magis, sintren tegalan berbeda dengan sintren yang ada di daerah
lain seperti di Cirebon dan daerah lainnya. Sintren tegalan mempunyai keunikan
tersendiri. Sintren tegalan diperankan oleh seorang perempuan yang masih
perawan atau gadis yang masih asli. Sintren tegalan diadakan pada malam hari
antara jam delapan sampai jam dua belas selama empat puluh malam berturut turut
sebagai ritual adat untuk meminta hujan. Oleh karena itu sintren tegalan
diadakan pada saat musim kemarau atau jika lama tidak turun hujan. Setelah
hujan mulai turun, ritual sintren akan dihentikan.
Untuk menjadi seorang
sintren ada persyaatan utama yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah
harus seorang gadis yang masih perawan atau masih asli. Jika sudah tidak asli
maka roh yang diundang tidak dapat merasuk ke dalam diri sintren. Sintren
diadakan di tengah halam yang luas sebab para penduduk dari desa lain akan
datang menyaksikan sintren tersebut. Hal itu terjadi karena tidak di setiap
desa, sintren dapat diadakan. Mungkin dikarenakan adanya syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi.
Di
samping ritual minta hujan sintren ditonton banyak orang sebagai hiburan. Maka
dari itu sintren juga sebagai pertunjukan budaya atau kesenian yang sangat
digemari masyarakat. Ada beberapa orang yang ikut terlibat dalam ritual atau
pertunjukan sintren. Pertama seorang pawang disebut MELANDANG, biasanya seorang
perempuan yang dianggap memiliki keahlian melakukan ritual memanggil roh yang
akan merasuki sintren. Kedua adalah BODOR yaitu dua orang pemuda sebagai
pelawak ada juga yang menyebut sebagai badud. Ketiga adalah penabuh gambang dan
gendang sebagai pengiring tarian sekaligus sebagai pemandu nyanyian pengiring.
Pengunjung sebagai
penonoton pertunjukan sintren duduk atau berdiri membentuk lingkaran atau
bentuk dan sesuai luas halaman. Di tengah lingkaran tersebut ritual pertunjukan
sintren tegalan dimulai dari menyediakan sarana khusus seperti kurungan ayam
yang bagian sisi. luarnya dikerudungi rapat-rapat dengan kain atau tapih
ditaruh di tengah lingkaran. Berikutnya menyediakan alat-alat rias yang berupa
make up dan perlengkapannya, pakaian perempuan yang terdiridari kain, baju
kebaya, sanggul, serta keperluan lain seperti sisir, cermin, dan lain-lain.
Melandang melakukan
ritual bakar kemenyan dengan doa-doa atau mantra-mantra yang telah dikuasai
dengan menghadap ke kurungan ayam. Pemeran sintren duduk di dekat melandang.
Kemudian melandang menaruh kelengkapan ritual seperti kain, baju kebaya, make
up dan lain-lain yang dimasukkan kedalam wadah dan ditaruh di depan sintren
yang sedang duduk. Berikutnya pemeran sintren ditutup dengan kurungan ayam yang
dibalut dengan kain. Para pengunjung bersama-sama menyanyikan lagu pengiring
sedangkan melandang melanjutkan membakar kemenyan sambil membaca doa atau
mantra. Setelah kurang lebih setengah jam kurungan yang berisi pemeran sintren
dibuka atau di angkat. Keajaiban terjadi dengan disaksikan oleh para
pengunjung. Sintren yang semula hanya berpakaian biasa kini sudah berpakaian
rapi dengan riasan cantik, berkain dan kebaya. Berikutnya sintren menari dengan
gerakan yang indah sesuai dengan iringan nyanyian para pengunjung yang
dilengkapi bunyi gambang dan gendang sebagai musik pengiring. Di tengah-tengah
berjalannya tarian-tarian magis itu sang bodor secara bergantian atau
bersama-sama melakukan gerakan-gerakan yang membuat pengunjung tertawa.
Pengunjung yang membawa uang, biasanya kaum pria melakukan balangan atau
saweran yang ditujukan kepada sintren. Bagi pengunjung yang balangannya tepat
dengan sintren mendapat kesempatan untuk menari bersama sintren. Pementasan
sintren terus berjalan sampai tengah malam sampai sang melandang mengurung
kembali sintren dengan kurungan ayam. Tunggu beberapa saat maka sintren telah
kembali dengan pakaian seperti sebelum ritual dilaksanakan. Ini menandakan
bahwa pertunjukan atau ritual sintren telah selesai dan pengunjung membubarkan
diri.
Nyanyian Pengiring Sntren
Turun sintren
Sintre widadari
Nemu kembang yona-yoni
Kembange si jaya entrok
Kami jaya kami ranti
Ranti-ranti kang dadi
Aja sun agadri-gadri
Wira-wiri sun agawe
Mbalang-mbalang mumpung sore
Ora mbalang dudu wong kene
Awe-awe sing kalung anduk
Entenana neng dalan prapatan
Umbul-umbul korekan balon
Bala kumpul mlayune ngulon
Iwak lele matine kesunduk
Kesunduk kayu siladan
Awe-awe sing kalung anduk
Entenana neng dalan prapatan
Klambi dril dicantelna
Supaya ngintil dikapakna
Sejalan dengan
perkembangan pemikiran masyarakat dan kesadaran pengamalan agama pada
masyarakat, sekarang ini sintren sudah sulit ditemukan petunjukannya. Sejak
pertengahan tahun 1980-an sintren tegalan jarang ditampilkan. Bahkan masa
sekaarang ini sangat sulit untuk dijumpai.
Konon, tradisi sintren itu
diadakan ketika musim kemarau untuk dengan maksud mendatangkan hujan dan harus
40 hari berturut-turut. Pada hari terakhir, ada semacam sedekah. Namun sintren
sekarang sudah berbeda dengan yang dahulu. Kini tidak sampai 40 hari, namun
hanya beberapa hari saja, bahkan hitungan jam. Dan lucunya lagi, bahkan ada
yang berpura-pura kerasukan. Namun kita tetap harus menghargai usaha tersebut
demi menjaga kelestarian budaya sintren.
Oh ya, bagi kita yang menonton sintren (ceritanya)
bisa ngambil berkahnya dengan wewangian yang diberikan sintren tersebut. Biasanya
dengan cara “mbalang” (melempar) sintrennya dengan kain atau baju atau jaket
kita,kemudian pawang sintren akan
ngambil kain tersebut untuk dioles dengan wewangian, kemudian sintrennya akan
mengembalikan ke pemilik dengan di tukar dengan uang (sawer).
Sumber :
0 Komentar